Perbankan syariah terus melangkah berkontribusi bagi perekonomian Indonesia. Salah satu kontribusinya melalui pembiayaan. Pada Triwulan II 2025, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mencapai 8,37% yoy. Melambat, Memang. Dari Triwulan yang sama di tahun sebelumnya (14,26% yoy). Namun, tetap positif. Anggap saja, sedang melakukan strategi bertahan dulu.
Investasi dan Konsumsi: Masih Kokoh, Modal Kerja: Agak TertatihPertumbuhan pembiayaan perbankan syariah disumbang oleh dua segmen: pembiayaan investasi dan pembiayaan konsumsi. Pembiayaan Investasi tumbuh 17,07% yoy, sedangkan pembiayaan konsumsi tumbuh 11,83% yoy. Keduanya memang melambat secara tahunan. Tapi tetap tumbuh 2 digit.
Dalam Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia (KSK BI) No. 45, Perbankan syariah memang lebih memilih pembiayaan yang bersifat secured — punya jaminan jelas. Untuk pembiayaan konsumsi, ini berarti KPR, dan Otomotif. Termasuk payroll, untuk pembiayaan Multiguna. Untuk pembiayaan investasi, pilihannya korporasi dengan jaminan fixed asset. Strategi ini adalah sikap prudent dan bijak di tengah-tengah ketidakpastian ekonomi.
Di segmen lainnya, pembiayaan modal kerja, turun 7,36% yoy. Perbankan mulai mengerem portofolio segmen ini terutama di sektor UMKM. Hal ini merupakan efek dari kenaikan risiko di sektor ini. Sehingga, turut menaikkan kehati-hatian perbankan syariah.
Islamic Ecosystem: Potensi menjanjikan
Ada ceruk baru yang lebih stabil dan menjajikan: Islamic ecosystem: Sektor/segmen nasabah yang berkaitan dengan sektor-sektor terkait ekonomi syariah dan/atau kegiatan umat Islam, seperti sektor terkait industri halal, lembaga pendidikan Islam, fasilitas kesehatan Islam, jasa perjalanan haji dan umrah, dan lainnya (KSK BI NO. 45). Perbankan syariah bisa melakukan integrasi layanan payroll dengan pembiayaan konsumsi di segmen ini untuk membuka peluang baru yang lebih secure dan sustain.
Secara spasial, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah, misalnya, di Jawa, melambat. Bank Pembangunan Daerah (BPD) syariah di daerah-daerah punya tantangan tersendiri. Funding mereka bergantung pada Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Ketika dana ini dikurangi – efek efisiensi anggaran pemerintah – kemampuan BPD syariah ekspansi pembiayaan pun ikut berkurang.
Secara sektoral, terdapat konstraksi di Sektor Pertanian, Pertambangan, Listrik, Gas & Air, serta Konstruksi. Sebabnya: Tingginya NPF dan Financing at Risk (FaR). Dampaknya, perbankan syariah memilih memperbaiki kualitas pembiayaan dibandingkan mengejar growth.
Selain itu, ada cerita tentang rencana konsolidasi. Yakni rencana spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank konvensional. Berrdampak pada beberapa bank menahan ekspansi. Ada yang siap-siap menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Ada yang menunggu akuisisi.
Tapi tenang saja, secara umum, likuiditas perbankan syariah masih terjaga baik – meski pertumbuhan DPK ikut melambat. Rasio AL/DPK: 24,79% (Mei 2025). Kualitas pembiayaan di triwulan II 2025 di angka: NPF di 2,24%, dan FaR di 8,72%. Artinya, meski pembiayaan melambat, risiko likuiditas dan risiko kredit relatif terjaga.
Optimisme ke Depan
Ke depannya, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah, berdasarkan perkiraan Bank Indonesia: tetap positif. Katalisatornya: penetrasi ke segmen islamic ecosystem dan industri halal. Ada juga warna baru, berupa inovasi produk, misalnya: Sharia Restricted Investment Account dan Cash Waqf Linked Deposit. Selain itu, Bank hasil spin-off UUS, juga berpotensi memperbesar pasar perbankan syariah. Semoga perbankan syariah ke depannya semakin melangkah maju dan menjaga keberkahan dalam perekonomian Indonesia. Amiin.
*Data diolah dari KSK BI No.45